PBNU Tegaskan Perubahan Pola Pikir Penting untuk Atasi Intoleransi

PBNU Tegaskan Perubahan Pola Pikir Penting untuk Atasi Intoleransi

JAKARTA — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menekankan pentingnya upaya bersama, termasuk oleh pemerintah, untuk mengubah pola pikir kelompok masyarakat dalam rangka menanggulangi maraknya kasus intoleransi di Indonesia.

Ketua PBNU Rumadi Ahmad dalam konferensi pers di Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jakarta, Selasa (5/8), menyatakan bahwa akar persoalan intoleransi tidak hanya terletak pada peristiwa-peristiwa yang terlihat di permukaan, melainkan lebih dalam pada cara berpikir dan pandangan sekelompok masyarakat.

“Yang paling mendasar harus ditangani adalah ‘state of mind’ atau pola pikir kelompok yang seringkali keliru dalam memahami perbedaan, termasuk dalam hal agama,” kata Rumadi.

Ia menambahkan bahwa tindakan-tindakan intoleransi kerap berawal dari rasa takut atau merasa terancam oleh perbedaan, yang kemudian membentuk persepsi negatif dan memicu tindakan diskriminatif atau kekerasan.

“Fenomena intoleransi tidak akan hilang jika cara berpikir masyarakat tidak dibenahi. Salah kaprah dalam memahami agama atau keyakinan lain seringkali menjadi pemicu utama,” tegasnya.

Rumadi juga menegaskan bahwa komunitas agama memiliki peran besar dalam membenahi pola pikir tersebut. Selain itu, menurutnya, perbaikan regulasi juga dibutuhkan sebagai langkah pencegahan.

“Perlu ada pembaruan regulasi agar tindakan intoleransi bisa dicegah secara hukum. Pemerintah sudah mulai membahas revisi peraturan bersama yang dulu sempat digagas agar bisa ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden,” jelasnya.

Ia juga menyambut baik wacana penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang pernah dilontarkan oleh Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai. Menurut Rumadi, RUU tersebut penting untuk memperkuat jaminan kebebasan beragama yang telah diatur dalam konstitusi.

“Kalau sudah ada payung hukum yang kuat, maka aparat penegak hukum tidak akan ragu dalam mengambil tindakan terhadap pelaku intoleransi,” ujarnya.

Pernyataan ini disampaikan menyusul insiden pembubaran ibadah Jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang, Sumatera Barat, pada 27 Juli 2025. Selain di Padang, kasus-kasus serupa juga terjadi di beberapa daerah lain seperti Cidahu (Sukabumi), Depok, Pontianak, dan Kediri.[]

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index